Informasi

Novel Raden Pamanah Rasa bisa dipesan langsung SMS/WA ke 081310860817 Tafsir Wangsit Siliwangi bisa dipesan langsung SMS/WA 081310860817

Selasa, 14 Juni 2016

GAYA RASULULLAH MENDIDIK

Oleh E. Rokajat Asura *) Dalam buku “Sang Nabi”, penyair dan filsup Kahlil Gibran pernah ditanya oleh seorang ibu yang sedang mendekap bayinya, bicaralah padaku tentang anak. Maka meluncurlah syair yang kemudian menjadi terkenal. Syair tentang hakikat seorang anak. Anakmu bukan anakmu Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri Mereka dilahirkan melalui kau tapi bukan darimu Meskipun mereka ada bersamamu tapi bukan milikmu Engkau bisa memberikan cinta, tapi tidak dengan fikiranmu Karena mereka punya fikiran sendiri Engkau bisa merumahkan tubuh mereka tapi tidak jiwa mereka Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah masa depan Yang tak dapat engkau kunjungi sekalipun dalam mimpi Kau bisa menjadi seperti mereka tapi jangan jadikan mereka sepertimu Karena hidup tak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah Yang hidup untuk diluncurkan Sang pemahan telah membidik arah keabadian Merenggangkan dengan kekuatannya Sehingga anak panah meluncur dengan cepat dan jauh Jadilah tarikan tanganmu sebagai pemanah untuk sumber kegembiraan Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang Maka ia juga mencintai busur yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari syair terkenal tersebut ? Tak sedikit orang tua yang beranggapan anak adalah investasi, sehingga ia punya hak untuk mengatur segala aspek kehidupan agar sang anak menjadi “apa yang dikehendaki orang tuanya”. Dengan atas nama cinta, orang tua berhasil merumahkan tubuh dan jiwa anak-anak, padahal – seperti kata Kahlil Gibran dalam syairnya – jiwa anak-anak itu tinggal di rumah masa depan yang tak dapat dikunjungi orang tuanya sekalipun dalam mimpi. Tugas orang tua – seperti kata Kahlil Gibran – menjadi busur yang akan meluncurkan anak-anak panahnya dengan sekuat tenaga, dan setiap tarikan tangan merentang tali busur dengan rengkuh tubuh sebagai busur semata untuk meluncurkan anak-anak panah secepat dan sejauh mungkin menuju arah keabadian yang sejak awal telah dibidiknya. Begitu anak panah meluncur, biarkan menjadi anak panah bukan menjadi pikiran dan obsesi-obsesi anda. Biarkan mereka menjadi ‘anak panah’ dengan keunikan dan kecenderungan kecerdasannya masing-masing. Dengan cara seperti itu setiap tarikan tangan anda pada tali busur menjadi sumber kegembiraan anak-anak panah yang meluncur cepat dan jauh. Konsep kecerdasan majemuk yang dikembangkan Howard Gardner sejalan dengan konsep pendidikan anak model Kahlil Gibran yakni orang tua benar-benar menjadi busur atau fasilitator dan katalisator untuk meluncurkan anak-anak panah mereka menemukan hasil akhir terbaiknya, bukan mencetak anak-anak sesuai dengan ukuran dan keinginannya. Orang tua adalah sing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang dijadikan satu dari tujuh asa Perguruan Nasional Taman Siswa sejak pertengahan 1922. Sebagai anak-anak panah, seorang anak diharapkan mengembangkan dirinya dengan semangat kuat menuju target keabadian yang telah dibidik sejak awal oleh sang pemanah, setelah orang tua – dan guru – meluncurkan mereka dengan segenap tenaga dan kemampuan. Inilah implikasi model KTSP bahwa guru dan orang tua merupakan pemberi dorongan, pengawas dan pengarah kerja para peserta didik. Bukan menjadi pencetak bata, yang ukuran, bentuk dan racikannya telah ditentukan sesuai dengan keinginannya. Dalam kegiatan belajar mengajar – menurut Luna Setiati S.Sn – ada tiga cara dan gaya komunikasi seorang guru dengan para anak didiknya pada proses KBM yaitu authoritarian, permissive dan authoritative. Tentu, ketiga gaya tersebut memiliki dampak yang satu sama lain berbeda. Bahkan salah satu faktor yang dapat melejitkan kemampuan anak didik pun terkait dengan gaya komunikasi guru dalam proses belajar mengajar. Lalu, bagaimana gaya mendidik Rasulullah SAW yang telah berhasil membentuk generasi terbaik yaitu para sahabat alaihi salam ? Salah satu keberhasilan Rasulullah SAW mendidik para sahabat menjadi generasi terbaik, tak terlepas dari sistem dan metoda mendidik yang digunakan. Ada enam pilar yang menjadi tumpuan Rasulullah SAW mendidik para sahabatnya menjadi generasi terbaik yaitu lemah lembut, memberi pujian, memperhatikan waktu, bertahap, argumentasi yang jelas dan mengurangi kesenjangan antara guru dan murid. Lemah lembut menjadi karakter Muhammad SAW. Keberhasilan dakwah beliau terkait erat dengan karakter ini. Seperti dijelaskan Allah SWT dalam salah satu ayatnya yaitu ”maka disebabkan dari rahmat Allah-lah kami berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kami bersikap keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Sikap lemah lembut memiliki energi yang dahsyat manakala terjadi kesalah pahaman atau kesalahan anak didik dalam proses belajar mengajar. Sikap lemah lembut Rasulullah SAW ini tercermin ketika suatu hari – seperti diriwayatkan Anas r.a – ada seorang Arab Badui kencing di salah satu bagian mesjid dan para sahabat kontan membentak bahkan ada yang memarahinya. Tapi bagaimana dengan Rasulullah ? Rasulullah SAW malah meminta seember air, lalu menyiramkannya pada bagian yang dikencingi orang Arab Badui tadi seraya mengatakan bahwa sungguh tidak pantas mesjid dikencingi. Akan halnya kelemah lembutan, memberi pujian kepada anak didik memberi dampak yang dahsyat. Rasulullah SAW melakukan hal itu kepada para sahabat baik yang telah melakukan kebaikan ataupun dalam upaya memberi motivasi. ”Sebaik-baik orang adalah Abdullah bin Umar seandainya ia rajin sholat malam,” ungkap Rasulullah. Lalu apa yang terjadi ? Setelah kejadian itu Abdullah bin Umar semakin mengurangi kuantias tidur malamnya dan memperbanyak ibadah malam. Dalam kegiatan belajar mengajar Rasulullah SAW sangat memperhatikan tentang waktu, kemampuan anak didik dalam hal ini para sahabat dan memberi argumentasi yang tepat. Secara sunatullah hal ini seirama dengan metoda turunnya ayat-ayat al-Qur’an yakni dimulai dengan surat pendek, memperhatikan waktu dan tentu saja ayat yang saling menguatkan. *** *) E. Rokajat Asura, novelis, tinggal di Cilegon. Salah satu novel best sellernya adalah novel sejarah dwilogi Prabu Siliwangi, yang diterbitkan Edelweiss Publishing (Mizan Grup)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar