Informasi
Rabu, 15 Juni 2016
Novel terpilih Ubud Writers & Readers Festival
NOVEL KUPILIH JALAN GERILYA http://erasura.blogspot.com/2016/06/novel-kupilih-jalan-gerilya.html
NOVEL KUPILIH JALAN GERILYA
KUPILIH JALAN GERILYA
Novel inilah yang dipilih Dewan Kurator (Seno Gumbira Ajidarma, Iswadi Pratama, Kadek Sonia Piscayanti) dari dua novel yang dikirim – satunya lagi Jugun ianfu – yang meloloskan saya untuk mengikuti Ubud Writers & Readers Festival 2016, Oktober yang akan datang di Ubud, Bali. Alhamdulillah bisa bertemu dan bertukar pikiran dengan sastrawan mancanegara.
Sekilas tentang novel Kupilih Jalan Gerilya :
"Yang sakit itu Sudirman, Panglima Besar tidak pernah sakit,” ujar Panglima Sudirman ketika Bung Karno menolak ikut gerilya. Tubuh ringkih itu memilih jalan gerilya, membakar semangat prajurit, membuktikan pada dunia – negara Indonesia tetap ada sekalipun para pemimpin politik telah ditawan Belanda. Air mata Alfiah menderas setiap membayangkan suaminya yang sakit-sakitan mendaki bukit, menembus belantara, menghadang tanah tandus berbatu, menghindari serbuan Belanda tanpa henti. Tapi di balik wajah pucat itu sinar matanya tak pernah berubah – tajam berkharisma, membuat Simon Spoor frustasi. Operasi pengejaran Sudirman selalu gagal. Saat Sudirman kembali ke Yogyakarta, rakyat menyemut di pinggir jalan menyambut. Air mata jadi saksi bagaimana lelaki kurus pengidap TBC akut itu telah gemilang mempertahankan martabat negeri. Ia berhasil mengusir berbagai aral rintang, tapi tak berhasil mengusir penyakit TBC yang bersarang di tubuhnya. Setelah rongrongan Belanda berakhir, ia pun menghadap Illahi, menghembuskan napas terakhir dengan tenang setelah memeriksa rapor putra-putrinya. Langit Magelang menjadi saksi.
"Aku bangga sekali, Bu, sepanjang hidupku Gusti Allah senantiasa memberikan jalan yang sederhana, dekat dengan alam, anak-anak dan rakyat yang hidup dan pikirannya sederhana. Rasanya tugasku sudah selesai. Kalaupun pada akhirnya dipundut Sing Kagungan, aku rela,” ujar Sudirman sebelum menutup mata.
ISBN: 978-602-7926-21-9
Kode: XK-11
Kategori: NOVEL SEJARAH
CATATAN KURATORIAL:
Pada periode submisi dan seleksi penulis emerging Indonesia tahun ini, panitia menerima kiriman naskah dari 894 penulis yang berasal dari 201 kota di 33 propinsi Indonesia. Sepanjang sejarah program penulis emerging, yang pertama kali diadakan pada 2008, jumlah penulis ini merupakan yang tertinggi. Hal ini mencerminkan betapa sesungguhnya gairah untuk menulis masih cukup tinggi di kalangan para penulis muda tanah air. Selain itu, tingginya jumlah penulis ini juga menunjukkan betapa program penulis emerging Indonesia di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) telah menjadi salah satu wahana utama bagi penulis emerging Indonesia untuk menunjukkan pencapaiannya.
Karya-karya para penulis peserta seleksi dibaca terlebih dahulu oleh tim pre-kurasi yang terdiri dari sastrawan Ubud, Ketut Yuliarsa dan Manajer Program Indonesia UWRF, I Wayan Juniarta. Proses pembacaan ini melahirkan daftar panjang terdiri dari karya yang direkomendasi. Karya-karya inilah yang kemudian dibaca dan ditelaah oleh kami, para anggota Dewan Kurator.
Sangat tidak gampang mendapatkan karya-karya sastra, yang punya keberanian untuk melepaskan diri dari kecenderungan, yang sudah terlanjur mapan dan tipikal. Menulis (karya sastra) bukan cuma soal memiliki isu atau tema atau ide, lalu menguraikannya dalam sekian banyak bab, sejumlah puisi, atau sejumlah esai, melainkan juga soal bagaimana menghadirkan kembali sebuah dunia yang mampu memberikan bukan saja perspektif yang segar, tetapi juga pengalaman berbahasa yang terus menerus tumbuh dalam karya yang disajikan.
Dengan persepektif demikian, tentu saja kami akan memprioritaskan karya-karya, yang dari sisi artistik maupun tema, mampu hadir dengan ciri dan kekuatan masing-masing dan tidak sekedar memperbanyak jumlah karya sastra. Pada faktanya, karya-karya seperti ini banyak lahir dari penulis-penulis muda, dengan pergaulan teks yang cukup beragam yang tercermin pada karya-karyanya. Mereka ini tampaknya berasal dari “generasi membaca” yang tidak puas dengan sekedar menjadi pewaris kecenderungan-kecenderungan yang sudah ada dan mapan. Meskipun dalam beberapa hal harapan tersebut belum terpenuhi secara ideal, namun karya-karya yang mereka kirimkan paling tidak memberikan harapan yang lebih menjanjikan bagi perkembangan sastra di Tanah Air.
Karya-karya yang terpilih adalah karya yang telah menampilkan pencapaian kreativitas, bisa dikatakan pencapaian tertinggi atau menuju pencapaian tertinggi, dari masingmasing penulisanya. Usia tampak jelas sudah tidak menjadi ukuran pencapaian. Sejumlah penulis muda atau emerging telah menampilkan pencapaian yang mampu bersaing dengan para penulis senior. Dengan demikian, para penulis emerging yang berkualitas ini memang layak untuk mendapat tempat pada forum-forum kesusastraan yang prestisius. Tema-tema yang mereka tawarkan pun, terutama yang dilatari nilai dan perspektif lokalitas, telah memberikan warna yang menarik dalam proses seleksi ini. Dapat disimpulkan bahwa karya-karya para penulis emerging, terutama mereka yang kali ini terpilih untuk menghadiri UWRF, telah menunjukkan pencapaian yang melebihi istilah emerging. Karya-karya mereka menunjukkan kedewasaan dan kemapanan yang tidak terduga. Setiap karya tampak merupakan hasil kerja keras, penelitian yang tekun, serta kreativitas yang bernyali, dan dalam beberapa hal mendekati “kegilaan yang disadari.”
Seleksi kali ini membuktikan bahwa penulis baru tidak selalu masih mentah karyanya bahkan sebaliknya bisa membuat “penulis mapan” terperangah, untuk menghindari kata minder. Ini juga membuktikan bahwa banyak penulis berkemampuan mumpuni yang tidak terdeteksi semata-mata hanya karena tidak mendapatkan forum yang setara dengan kualitas karyanya.
Kami ucapkan selamat kepada para penulis yang terpilih. Sampai jumpa di Ubud pada Oktober mendatang.
Ubud, Juni 2016
DEWAN KURATOR UWRF 2016
Aeno Gumira Ajidarma
Iswadi Pratama
Kadek Sonia Piscayanti
Sujiwo Tedjo, dalang dan penulis, tentang novel Kupilih Jalan Gerilya :
"Di dalam buku sejarah, pahlawan adalah orang yang pada akhirnya membosankan. Di dalam roman, pahlawan bisa penuh warna seperti manusia biasa pada umumnya. Begitu pula Kiai Lelonobronto, nama samaran Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam karya E. Rokajat Asura ini. Kejenakaannya bersama sang adik, Samingan, maupun romantismenya bersama sang istri, Alfiah, barulah sebagian warna-warni sang gerilyawan dalam karyanya.”
K.H Agus Sunyoto, Sejarawan NU tentang novel Kupilih Jalan Gerilya :
"Sangat menarik ... pengungkapan yang cemerlang antara aktualita, faktualita, politik, sejarah, budaya, dan jiwa patriotik melalui bahasa naratif yang komunikatif dan mudah dicerna."
Informasi Tambahan :
Saya ucapkan selamat sekali lagi atas lolosnya Anda untuk hadir di UWRF tahun ini bersama penulis - penulis lainnya. Perkenalkan saya Gustra Adnyana, koordinator program UWRF. Saya dan kawan-kawan akan membantu Anda selama Anda mengikuti kegiatan Festival ini. Berikut saya akan memberikan beberapa informasi mengenai UWRF dan kedatangan Anda di Bali.
Tentang Ubud Writers & Readers Festival 2016 Tahun ini UWRF akan dilaksanakan pada tanggal 26 - 30 Oktober di Ubud, Bali dengan menghadirkan lebih dari 150 pembicara yang terdiri dari penulis, seniman, budayawan, dan para pemikir lainnya. Tema yang diusung di festival ke-13 kali ini adalah ' Tat Tvam Asi ', sebuah penggalan filosofi Hindu dari abad ke-6 dengan makna yang sangat dalam. Dalam bahasa Indonesia ' Tat Tvam Asi ' dapat diterjemahkan menjadi ' Aku adalah engkau, engkau adalah aku ' atau ' Kita semua satu '. Di Bali sendiri, konsep ini sangat kental digunakan dalam masyarakat. Filosofi ini mengajarkan manusia bahwa mereka semua sama, bahwa mereka semua terhubung satu sama lainnya. Ideologi ' Kita semua satu ' ini pun sebenarnya adalah identitas dari negara Indonesia. Seperti yang kita tahu, Nusantara Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis, agama, budaya, dan sejarah, sebuah latar belakang yang menjadikan Indonesia begitu kaya dengan perbedaan. Namun perbedaan-perbedaan tersebut dihormati oleh masyarakatnya dengan saling mengerti dan saling respek diantara mereka. Sejak pertama kali dilangsungkan, UWRF selalu membawa bermacam sosok dari seluruh dunia dengan bermacam cerita. Cerita-cerita yang mereka bagi berganti menjadi diskusi dan pertanyaan yang dilontarkan, yang membuat cerita - cerita tersebut dekat di hati dan menyatu dengan jiwa. dan itu adalah contoh nyata yang sederhana dari filosofi Tat Tvam Asi. "Daging kita satu arwah kita satu, walau masing jauh, yang tertusuk padamu berdarah padaku" dikutip dari puisi karya Sutardji Calzoum Bachri yang berjudul Satu. Yakinilah bahwa setiap jiwa terhubung dan menyakiti satu jiwa lain sama seperti menyakiti jiwa sendiri. Dengan tema Tat Tvam Asi, UWRF akan mengajak Nusantara Indonesia untuk mendalami arti dari filosofi tersebut, dan mendalami nilai kemanusiaan, empati, juga kehidupan.
Kegiatan Festival terdiri dari berbagai jenis kegiatan seperti: Main Program (acara utama, sesi diskusi) Special Events (acara special, jamuan dan diskusi intim bersama penulis) Workshops (untuk dewasa & profesional) Arts Program (acara seni & pementasan) Film Program Children's Program (program untuk anak - anak) Youth Program (program untuk remaja) Cultural Workshops (pembelajaran tentang budaya Bali) Fringe Event (acara di luar Ubud) Book Launch (Peluncuran buku) The Kitchen (program bagi koki dan penulis buku masak) Festival Club (acara kumpul bersama penulis diatas jam 10 malam) Satellite Event (acara di luar pulau Bali).
Untuk gambaran lainnya dapat Anda lihat di website kami www.ubudwritersfestival.com
dan buku program UWRF tahun 2015 di link berikut http://www.ubudwritersfestival.com/browse-the-2015-program-book-225-events-170-writers
Selasa, 14 Juni 2016
Gaya Mendidik
GAYA RASULULLAH MENDIDIK http://erasura.blogspot.com/2016/06/gaya-rasulullah-mendidik.html
GAYA RASULULLAH MENDIDIK
Oleh E. Rokajat Asura *)
Dalam buku “Sang Nabi”, penyair dan filsup Kahlil Gibran pernah ditanya oleh seorang ibu yang sedang mendekap bayinya, bicaralah padaku tentang anak. Maka meluncurlah syair yang kemudian menjadi terkenal. Syair tentang hakikat seorang anak.
Anakmu bukan anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka dilahirkan melalui kau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi bukan milikmu
Engkau bisa memberikan cinta, tapi tidak dengan fikiranmu
Karena mereka punya fikiran sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh mereka tapi tidak jiwa mereka
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah masa depan
Yang tak dapat engkau kunjungi sekalipun dalam mimpi
Kau bisa menjadi seperti mereka tapi jangan jadikan mereka sepertimu
Karena hidup tak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu
Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah
Yang hidup untuk diluncurkan
Sang pemahan telah membidik arah keabadian
Merenggangkan dengan kekuatannya
Sehingga anak panah meluncur dengan cepat dan jauh
Jadilah tarikan tanganmu sebagai pemanah untuk sumber kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang
Maka ia juga mencintai busur yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari syair terkenal tersebut ? Tak sedikit orang tua yang beranggapan anak adalah investasi, sehingga ia punya hak untuk mengatur segala aspek kehidupan agar sang anak menjadi “apa yang dikehendaki orang tuanya”. Dengan atas nama cinta, orang tua berhasil merumahkan tubuh dan jiwa anak-anak, padahal – seperti kata Kahlil Gibran dalam syairnya – jiwa anak-anak itu tinggal di rumah masa depan yang tak dapat dikunjungi orang tuanya sekalipun dalam mimpi.
Tugas orang tua – seperti kata Kahlil Gibran – menjadi busur yang akan meluncurkan anak-anak panahnya dengan sekuat tenaga, dan setiap tarikan tangan merentang tali busur dengan rengkuh tubuh sebagai busur semata untuk meluncurkan anak-anak panah secepat dan sejauh mungkin menuju arah keabadian yang sejak awal telah dibidiknya. Begitu anak panah meluncur, biarkan menjadi anak panah bukan menjadi pikiran dan obsesi-obsesi anda. Biarkan mereka menjadi ‘anak panah’ dengan keunikan dan kecenderungan kecerdasannya masing-masing. Dengan cara seperti itu setiap tarikan tangan anda pada tali busur menjadi sumber kegembiraan anak-anak panah yang meluncur cepat dan jauh.
Konsep kecerdasan majemuk yang dikembangkan Howard Gardner sejalan dengan konsep pendidikan anak model Kahlil Gibran yakni orang tua benar-benar menjadi busur atau fasilitator dan katalisator untuk meluncurkan anak-anak panah mereka menemukan hasil akhir terbaiknya, bukan mencetak anak-anak sesuai dengan ukuran dan keinginannya. Orang tua adalah sing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang dijadikan satu dari tujuh asa Perguruan Nasional Taman Siswa sejak pertengahan 1922.
Sebagai anak-anak panah, seorang anak diharapkan mengembangkan dirinya dengan semangat kuat menuju target keabadian yang telah dibidik sejak awal oleh sang pemanah, setelah orang tua – dan guru – meluncurkan mereka dengan segenap tenaga dan kemampuan. Inilah implikasi model KTSP bahwa guru dan orang tua merupakan pemberi dorongan, pengawas dan pengarah kerja para peserta didik. Bukan menjadi pencetak bata, yang ukuran, bentuk dan racikannya telah ditentukan sesuai dengan keinginannya.
Dalam kegiatan belajar mengajar – menurut Luna Setiati S.Sn – ada tiga cara dan gaya komunikasi seorang guru dengan para anak didiknya pada proses KBM yaitu authoritarian, permissive dan authoritative. Tentu, ketiga gaya tersebut memiliki dampak yang satu sama lain berbeda. Bahkan salah satu faktor yang dapat melejitkan kemampuan anak didik pun terkait dengan gaya komunikasi guru dalam proses belajar mengajar. Lalu, bagaimana gaya mendidik Rasulullah SAW yang telah berhasil membentuk generasi terbaik yaitu para sahabat alaihi salam ?
Salah satu keberhasilan Rasulullah SAW mendidik para sahabat menjadi generasi terbaik, tak terlepas dari sistem dan metoda mendidik yang digunakan. Ada enam pilar yang menjadi tumpuan Rasulullah SAW mendidik para sahabatnya menjadi generasi terbaik yaitu lemah lembut, memberi pujian, memperhatikan waktu, bertahap, argumentasi yang jelas dan mengurangi kesenjangan antara guru dan murid.
Lemah lembut menjadi karakter Muhammad SAW. Keberhasilan dakwah beliau terkait erat dengan karakter ini. Seperti dijelaskan Allah SWT dalam salah satu ayatnya yaitu ”maka disebabkan dari rahmat Allah-lah kami berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kami bersikap keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Sikap lemah lembut memiliki energi yang dahsyat manakala terjadi kesalah pahaman atau kesalahan anak didik dalam proses belajar mengajar. Sikap lemah lembut Rasulullah SAW ini tercermin ketika suatu hari – seperti diriwayatkan Anas r.a – ada seorang Arab Badui kencing di salah satu bagian mesjid dan para sahabat kontan membentak bahkan ada yang memarahinya. Tapi bagaimana dengan Rasulullah ? Rasulullah SAW malah meminta seember air, lalu menyiramkannya pada bagian yang dikencingi orang Arab Badui tadi seraya mengatakan bahwa sungguh tidak pantas mesjid dikencingi.
Akan halnya kelemah lembutan, memberi pujian kepada anak didik memberi dampak yang dahsyat. Rasulullah SAW melakukan hal itu kepada para sahabat baik yang telah melakukan kebaikan ataupun dalam upaya memberi motivasi. ”Sebaik-baik orang adalah Abdullah bin Umar seandainya ia rajin sholat malam,” ungkap Rasulullah. Lalu apa yang terjadi ? Setelah kejadian itu Abdullah bin Umar semakin mengurangi kuantias tidur malamnya dan memperbanyak ibadah malam.
Dalam kegiatan belajar mengajar Rasulullah SAW sangat memperhatikan tentang waktu, kemampuan anak didik dalam hal ini para sahabat dan memberi argumentasi yang tepat. Secara sunatullah hal ini seirama dengan metoda turunnya ayat-ayat al-Qur’an yakni dimulai dengan surat pendek, memperhatikan waktu dan tentu saja ayat yang saling menguatkan.
***
*) E. Rokajat Asura, novelis, tinggal di Cilegon. Salah satu novel best sellernya adalah novel sejarah dwilogi Prabu Siliwangi, yang diterbitkan Edelweiss Publishing (Mizan Grup)
Langganan:
Postingan (Atom)