Informasi

Novel Raden Pamanah Rasa bisa dipesan langsung SMS/WA ke 081310860817 Tafsir Wangsit Siliwangi bisa dipesan langsung SMS/WA 081310860817

Jumat, 12 Agustus 2016

Cuplikan Novel Raden Pamanah Rasa (3)

Ketiga sosok bertopeng itu tampaknya masih pingsan. Raden Pamanah Rasa segera menaburkan tanah ke tubuh tiga pengasuhnya. Tak berapa lama kemudian ketiganya bangun. Sekujur tubuhnya normal kembali. Tak ada luka lebam bekas pukulan, tak terlihat benjol bekas tonjokan. 

 “Ada apa sebenarnya, Paman?” 

 “Tiga orang ini ketahuan sedang memanah Raden dari balik rerimbun pohon. Kami menegurnya dan mereka marah.” 

 “Paman tahu dari mana asal ketiga orang bertopeng ini?”
“Mereka mengaku dari Astana Japura. Tapi mungkin hanya rekaan saja, Raden.”

Cuplikan Novel Raden Pamanah Rasa (2)

“Sesungguhnya gelap itu tak ada, melainkan tidak adanya cahaya ke tempat itu. Seperti juga angkara itu tidak diciptakan Nu Ngersakeun, sebab bila diciptakan, Nu Ngersakeun telah kehilangan kesuciannya,” ujar Rakean Taksaka, sang penasihat. 

"Jadi apa sesungguhnya angkara itu kalau tidak diciptakan oleh Nu Ngersakeun, Paman?” “Angkara itu tak lain adalah keadaan di mana kebaikan hilang darinya. Keadaan di mana Nu Ngersakeun tidak hadir bersamanya.” 

"Kalau demikian angkara itu sebenarnya tidak untuk dimusnahkan, sebab ia tidak diciptakan?”

Kamis, 11 Agustus 2016

Cuplikan Novel Raden Pamanah Rasa (1)

Tersiar kabar mereka datang untuk berdagang. Tapi ternyata mereka bersenjata modern. Anak panah atau tombak bukan tandingan senapan yang bisa memuntahkan bunga api itu. Teknologi senjata api belum dikenal di Nusantara. Maka ketika mereka datang dipersenjatai seperti itu, apalagi kalau bukan kiamat? “Apa mereka hantu pembunuh itu, Datuk?” seorang pemuda berteriak di antara desing peluru. Entah pada siapa ia memanggil Datuk, sebab tak seorang pemimpin pasukan pun mengenalnya. Mungkin ia sedang dilanda ketakutan sehingga teriakan itu lebih merupakan rasa frustrasi. Pedang tetap di tangan, tapi kepada siapa harus ditebaskan?