Informasi

Novel Raden Pamanah Rasa bisa dipesan langsung SMS/WA ke 081310860817 Tafsir Wangsit Siliwangi bisa dipesan langsung SMS/WA 081310860817

Rabu, 07 September 2016

Novel Suluk Gunung Jati (2)

Telah Terbit Novel SULUK GUNUNG JATI E. Rokajat Asura Penerbit Imania Rp. 85.000 Info dan pesan langsung : 081380582793 

"Saya harus berulangkali meyakinkan diri saya bahwa yang saya baca ini ‘cuma’ sebuah novel. Tapi nyatanya saya tidak bisa menghindar bahwa ini bukan ‘sekadar’ novel. Banyak pelajaran kehidupan yang diceritakan mengalir begitu saja, menyajikan kisah tanpa batas pemisah, dan membuat kita merenung tanpa harus duduk termenung. Sosok Sunan Gunung Jati menjadi terasa begitu akrab selepas membaca buku ini.” (Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama (NU) Australia – New Zealand dan dosen senior di Fakultas Hukum, Monash University) 

"Kau adalah kujang mungil, ditempa dari wesi kuning, dari bumi Sunda berada, melanglang menunjuk langit,” getar nini paraji yang mengiringi sukma dan asma Syarif Hidayatullah. Ia kemudian menjelma menjadi seorang raja yang juga ulama–kelak dikenal sebagai Sunan Gunung Jati–meneruskan jejak para leluhur. Bila langkah Nyimas Rarasantang–ibunda Sunan Gunung Jati–melakukan perjalanan spiritual mencari Nur Muhammad dimulai dari Keraton Pajajaran – Amparan Jati – Pasai – Campa – Mekkah, Sunan Gunung Jati menempuh dari arah sebaliknya. Pertemuan dengan Sunan Ampel merupakan titik awal pembagian daerah dakwah, sekaligus upaya rekonsiliasi Sunda-Jawa pasca Perang Bubat. Bagaimana Sunan Gunung Jati menghadapi eyangnya sendiri di Pakuan Pajajaran yang berbeda keyakinan? Nglurug tanpa bala kalah tanpa ngasorake dan desa mengurung kota, langkah yang kemudian ditempuhnya. Langkah ini tidak saja berhasil menyebarkan Islam kepada leluhur, tapi juga memperkuat barisan pertahanan. Sehingga ketika medan jihad terbuka, laskar Islam di bawah komandonya, tidak saja berhasil mengusir Portugis tapi sekaligus meruntuhkan Pakuan Pajajaran. Sikapnya sebagai pandhita ratu terlukis kuat saat menghadapi ulama kontroversial–Syaikh Siti Jenar. Ketika Syaikh Siti Jenar diundang ke Cirebon dan mengatakan: ‘Tidak ada Siti Jenar, yang ada Gusti Allah’, Sunan Gunung Jati pun membalas: ‘Ya sudah panggil Gusti Allah ke sini.’ Kekerabatan kedua ulama ini tidak semata terikat oleh Syaikh Nurjati–pamanda Syaikh Siti Jenar–tapi buah dari saling memahami ajaran yang berbeda. Sunan Gunung Jati termasuk yang ‘pasang badan’ pada saat Dewan Wali hendak ‘mengadili’ Syaikh Siti Jenar.
“Kau bicara seperti itu kepada santri-santrimu?”
“Tentu saja, karena ilmu ruhani harus diajarkan kepada semua orang. Dengan membuka tabir itulah orang-orang akan mengetahui hakikat kehidupan dan rahasia hidupnya.” 
"Kalau badan tidak ada sementara yang aku lihat adalah badan, siapa sesungguhnya yang sedang bicara denganku sekarang ini?” pancing Sunan Gunung Jati. “Aku mengajarkan ilmu agar manusia benar-benar dapat merasakan kemanunggalan. Selain kemanunggalan hanyalah bangkai”, ujar Syaikh Siti Jenar.

Senin, 05 September 2016

Tafsir Wangsit Siliwangi

Cuplikan Tafsir Wangsit Siliwangi (2) http://erasura.blogspot.com/2016/09/cuplikan-tafsir-wangsit-siliwangi-2.html

Cuplikan Tafsir Wangsit Siliwangi (2)

Dengan demikian ketika penutur Wangsit Siliwangi menyuruh kepada para pengikutnya yang akan menyertai berkumpul di sebelah selatan ‘geura misah ka beulah kidul’, boleh jadi tidak semata membagi menjadi empat kelompok dan berkumpul di empat arah mata angin, melainkan ada tujuan strategis sehingga diharapkan dari para pengikut inilah yang akan menggerakan kemunculan Pajajaran Anyar itu. Keinginan menyeberangi Nusa Larang – namun gagal – menjadi indikasi kuat tentang pemilihan arah selatan sebagai tujuan untuk menjauhi kuta Pakuan itu. Mereka yang kembali ke arah utara, termasuk orang-orang tipikal tak bisa mudah melupakan masa lalu. Mereka kemudian beranak pinak di bekas kota kesayangannya itu. Tapi seperti diprediksi oleh penutur wangsit, pada akhirnya mereka tidak menjadi pribumi di negerinya sendiri karena mulai terdesak oleh para pendatang yang dalam prediksi Prabu Siliwangi sebagai bakal kaseundeuhan batur. Loba batur ti nu anggang, tapi batur anu nyusahkeun (bakal terdesak tamu. Teman dari tempat jauh, tapi teman yang menyusahkan).

Minggu, 04 September 2016

Sunan Gunung Jati

Novel Suluk Gunung Jati http://erasura.blogspot.com/2016/09/novel-suluk-gunung-jati.html

Novel Suluk Gunung Jati

Telah Terbit Novel Suluk Gunung Jati E. Rokajat Asura Imania Jakarta Rp. 85.000 Info pesan langsung sms/wa : 081380582793
        "Kau adalah kujang mungil, ditempa dari wesi kuning, dari bumi Sunda berada, melanglang menunjuk langit,” getar nini paraji yang mengiringi sukma dan asma Syarif Hidayatullah. Ia kemudian menjelma menjadi seorang raja yang juga ulama–kelak dikenal sebagai Sunan Gunung Jati–meneruskan jejak para leluhur. Bila langkah Nyimas Rarasantang–ibunda Sunan Gunung Jati–melakukan perjalanan spiritual mencari Nur Muhammad dimulai dari Keraton Pajajaran – Amparan Jati – Pasai – Campa – Mekkah, Sunan Gunung Jati menempuh dari arah sebaliknya. Pertemuan dengan Sunan Ampel merupakan titik awal pembagian daerah dakwah, sekaligus upaya rekonsiliasi Sunda-Jawa pasca Perang Bubat. Bagaimana Sunan Gunung Jati menghadapi eyangnya sendiri di Pakuan Pajajaran yang berbeda keyakinan? Nglurug tanpa bala kalah tanpa ngasorake dan desa mengurung kota, langkah yang kemudian ditempuhnya. Langkah ini tidak saja berhasil menyebarkan Islam kepada leluhur, tapi juga memperkuat barisan pertahanan. Sehingga ketika medan jihad terbuka, laskar Islam di bawah komandonya, tidak saja berhasil mengusir Portugis tapi sekaligus meruntuhkan Pakuan Pajajaran. 

          Sikapnya sebagai pandhita ratu terlukis kuat saat menghadapi ulama kontroversial–Syaikh Siti Jenar. Ketika Syaikh Siti Jenar diundang ke Cirebon dan mengatakan: ‘Tidak ada Siti Jenar, yang ada Gusti Allah’, Sunan Gunung Jati pun membalas: ‘Ya sudah panggil Gusti Allah ke sini.’ Kekerabatan kedua ulama ini tidak semata terikat oleh Syaikh Nurjati–pamanda Syaikh Siti Jenar–tapi buah dari saling memahami ajaran yang berbeda. Sunan Gunung Jati termasuk yang ‘pasang badan’ pada saat Dewan Wali hendak ‘mengadili’ Syaikh Siti Jenar.            "Kau bicara seperti itu kepada santri-santrimu?” 
           "Tentu saja, karena ilmu ruhani harus diajarkan kepada semua orang. Dengan membuka tabir itulah orang-orang akan mengetahui hakikat kehidupan dan rahasia hidupnya.”
          "Kalau badan tidak ada sementara yang aku lihat adalah badan, siapa sesungguhnya yang sedang bicara denganku sekarang ini?” pancing Sunan Gunung Jati. "Aku mengajarkan ilmu agar manusia benar-benar dapat merasakan kemanunggalan. Selain kemanunggalan hanyalah bangkai”, ujar Syaikh Siti Jenar.