Informasi

Novel Raden Pamanah Rasa bisa dipesan langsung SMS/WA ke 081310860817 Tafsir Wangsit Siliwangi bisa dipesan langsung SMS/WA 081310860817

Rabu, 01 Juni 2016

HUPS...HILANGLAH DIA...

Oleh : E. Rokajat Asura
"Huh, hebat, dia bisa menghilang !" teriak seorang anak ketika tukang sulap itu hilang dari pandangan matanya. Sebuah illusi. Mungkin memang begitu, tapi seorang anak kecil tak akan paham dengan illusi. Lain dengan orang dewasa, seperti Joni, seorang pemuda pengangguran di sebuah perumahan pinggiran Jakarta. Ketika melihat seorang lelaki kerempeng yang dipercaya berilmu tinggi, sakti sakdurung winarah, mengaku bisa menghilang, ia tidak percaya begitu saja. Joni minta pembuktian. "Aku harus menunjukan bisa menghilang kepadamu ?" "Ya !" jawab Joni pendek. "Kau yakin tidak akan berkedip sehingga bisa melihat apakah benar-benar menghilang atau hanya tipuan mata semata ?" "Baiklah, aku janji, tak akan berkedip sebelum kau benar-benar bisa menghilang," jawab Joni. Lalu lelaki kerempeng itu mulai komat-kamit. Ia mengeluarkan saputangan dari dalam sakunya dan segera tercium bau minyak tertentu, yang dalam kalangan supranaturalis diyakini sebagai media penghubung ke alam halus. Joni hampir menutup hidup kalau tidak takut lelaki kerempeng itu tersinggung. "Kita mulai," jelas lelaki kerempeng itu secara tiba-tiba. Joni mengangguk dan agak gugup. "Silakan !" Dan hups...sekali mengibaskan saputangan, lelaki kerempeng itu hilang dari pandangan mata Joni. Tentu saja kejadian itu membuat Joni berdecak kagum. Pandangan matanya jelas menyiratkan rasa penasaran yang luar biasa. Setelah memanggil beberapa kali pada lelaki kerempeng, keajaiban untuk kedua kalinya terjadi di hadapan Joni. Lelaki kerempeng itu tiba-tiba ada di hadapannya, persis di tempat ia menghilang tadi. Dari kejadian menakjubkan itu terjalinlah persahabatan. Bahkan makin lama meningkat jadi hubungan saling ketergantungan. Joni demikian tergantung pada lelaki kerempeng itu karena ia memang menginginkan ilmu itu. Ilmu bisa menghilang. Setumpuk rencana bahkan telah tersusun rapih dalam memori otaknya. "Ilmu itu tidak terlalu sulit untuk dipelajari, tapi yang sulit itu menjaga diri agar tidak berlaku sombong karena memiliki ilmu itu," terang lelaki kerempeng itu berdiplomasi. "Kalau memang tidak gampang membawanya, kenapa kemarin-kemarin kau sengaja mempertontonkan kepandaianmu sehingga aku tertarik ?” desak Joni. "Itulah garis nasib !" "Jadi aku juga bernasib mujur bisa mempelajari ilmu itu ?" "Begitulah !" jawab lelaki kerempeng itu singkat. Sebuah ritual singkat telah dilaksanakan. Kini, Joni sudah tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh lelaki kerempeng itu karena ia memang ingin menyelesaikan ilmunya. Ilmu bisa menghilang. Seperti garis nasib, semuanya berjalan normal. Joni bisa melampaui tahapan-tahapan yang telah ditentukan lelaki kerempeng itu. Singkat kata pada suatu hari yang telah ditentukan, akhirnya Joni disahkan telah memiliki ilmu itu dengan predikat cum laude. Percobaan pertama dilakukan Joni pada tetangganya. Saat itu menjelang malam, di gardu ronda terlihat beberapa orang teman sedang ngobrol. Setelah menggunakan ilmunya, Joni kemudian duduk diantara mereka. Anehnya tak seorang pun yang menyadari kehadiran Joni. Bahkan ketika korek api yang tergeletak di dekat salah seorang temannya diambil Joni, tak ada yang protes. Baru menyadari korek api telah hilang ketika akan digunakan. Joni bersorak girang karena telah berhasil memiliki ilmu bisa menghilang. Rencana yang memang telah tersusun rapih itu mulai dilaksanakan satu demi satu. Suatu hari Joni masuk ke sebuah toko, ia berhasil mengambil beberapa barang keperluan sehari-hari tenpa ketahuan penjaga toko. Lain kali ia datang ke rumah orang kaya, beberapa potong pakaian dan sejumlah uang bisa digasaknya. Joni lagi-lagi bersorak girang. Ternyata hidup itu gampang kalau memang mau sedikit berkorban. Ilmu bisa menghilang ternyata telah merubah Joni yang pengangguran menjadi seorang pemuda yang berduit. Apa saja barang yang diinginkan akan dengan gampang diperoleh. Tidak mengherankan mulai dari pakaian, HP, jam tangan, sepatu sampai keperluan lainnya dari merk-merk terkenal dengan gampang diperoleh Joni. Tidak mengherankan pula kalau belakangan Joni menjadi trend setter bagi teman-temannya di kampung itu. Suatu hari ketika Joni sedang duduk-duduk di pos ronda, dari arah lain muncul seorang ibu berpakaian sederhana. Ibu itu menenteng tas kecil. Melihat seorang ibu berjalan sendirian, tiba-tiba muncul niat jahat Joni. Ia merogoh saputangannya dan mulai dikibaskan. Saat itu juga Joni merasa kalau ia telah menghilang. Memang benar dalam penglihatan banyak orang, Joni saat itu telah menghilang dengan sempurna. Tapi tidak dalam pandangan si ibu. Sehingga ketika Joni mulai beraksi, dengan lantang ibu berteriak "maling...maling". Mendengar teriakan seperti itu Joni gugup dan berlari. Saking kagetnya sampai-sampai ia kembali terlihat oleh pandangan semua orang. Ajian menghilang Joni rupanya telah gagal berfungsi. Beberapa orang yang kebetulan mendengar teriak ibu tadi langsung bergerak, mengejar Joni. Dalam waktu tidak terlalu lama Joni sudah tertangkap dan langsung dihakimi masa. Babak belurlah dia. *** Ibu yang akan dijambret Joni tadi masuk ke dalam sebuah rumah sederhana. Letaknya di ujung gang beberapa meter dari bantaran sungai, sehingga ketika air sungai meluap, banjirlah rumahnya. Di dalam kamar, seorang lelaki tua tergolek tak berdaya. Matanya cekung, tubuhnya sangat kurus dengan napas yang perlahan seperti akan segera berhenti. "Ini mas aku bawakan obat. Aku telah menjual salah satu bajuku tadi di pasar loak. Beruntung obat ini tidak jadi hilang," cerita ibu itu. "Kenapa memang ?" tanya lelaki tua itu yang ternyata suaminya. "Tadi di depan gang aku akan dijambret seorang anak. Sedang mabuk barangkali, sehingga tidak bisa membedakan mana wanita berduit dan mana wanita kesusahan sepertiku," cerita ibu itu lagi. Ia tersenyum sebentar demikian pula suaminya. "Alhamdulillah, artinya obat ini memang jalan hidup yang harus aku minum. Terima kasih ya, Allah," sambut lelaki tua itu. Kemudian ia makan satu keping biskuit diikuti dengan meminum obat yang baru saja diberikan sang istri. Lelaki tua itu menghela napas panjang. Ada rasa sesal terpancar dari wajahnya, tapi sesaat kemudian ia tampak sumringah. Paling tidak ia telah meminum obat itu, artinya ia boleh untuk berangan-angan. Andai kata nanti sembuh, tentu budi baik sang istri yang penyabar itu akan dibalasnya. "Kau sudah makan hari ini ?" "Sudah ! Mas sendiri sudah makan belum ? Kok nasi dan lauknya masih tersisa," tanya sang istri ketika ia melihat setengah piring nasi dan sekerat lauk. "Buat kau ! Kau tentu lapar seharian nyari duit buat beli obat." "Aku masih kuat, mas yang lebih memerlukan makan itu supaya lekas sembuh," sergah sang istri sambil keluar dari kamar. Ia masuk kamar mandi, wudlu dan sebentar kemudian telah khusyuk sholat. Suaminya di kamar tercenung haru. Pada saat seperti itulah kemudian ia berdo'a untuk kesembuhan penyakitnya dan untuk kesehatan istrinya. Sebuah potret sederhana tapi menerima garis nasib dengan lapang dada. *** Sayang Joni tidak pernah tahu siapa ibu yang akan dijambretnya tadi. Ia selalu memakai ukuran diri sendiri ketika menilai orang lain. Ia kini duduk lesu di kamar tahanan. Dalam kesendiriannya itu ia bukannya menyesal, tapi sebaliknya berkali-kali mengamalkan ilmu menghilangnya. Tapi entah kenapa ilmu itu seperti menghilang tanpa bekas dari dalam dirinya. Karena karmakah ia atau justru telah melanggar pantangan ? Wallohu alam.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar